Pembahasan Lengkap TIKI-Tinggi
Dalam dunia industri, test kit TIKI-T berkaitan dengan seleksi, evaluasi dan promosi pegawai. Seleksi adalah proses pemilihan individu yang dianggap paling cocok untuk menduduki jabatan atau jabatan tertentu dalam perusahaan. Evaluasi merupakan pemeriksaan psikologis yang bertujuan untuk membantu perusahaan menilai apakah jabatan yang dijabatnya saat ini sudah sesuai dengan kemampuan pegawai yang bersangkutan. Promosi adalah pemeriksaan psikologis yang bertujuan untuk menilai kemampuan seseorang dalam memenuhi persyaratan untuk dapat menduduki jabatan atau jabatan yang lebih tinggi di perusahaan.
Pemeriksaan psikologis secara garis besar dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (1) Tingkat Staf (Non-Manajemen), aspek yang perlu dan dapat diungkapkan meliputi kemampuan umum (kecerdasan), kesesuaian kepribadian, sikap dan kemampuan bekerja dalam menghadapi masalah praktis sehari-hari. (2) Tingkat supervisor, aspek yang perlu dan dapat diungkapkan meliputi kemampuan umum (kecerdasan), kesesuaian kepribadian, sikap dan kemampuan kerja, gaya kepemimpinan dan pengambilan keputusan. (3) Tingkat manajerial, aspek yang perlu dan dapat diungkapkan meliputi kemampuan umum (kecerdasan), keterampilan pengambilan keputusan dan pemecahan masalah secara strategis, gaya kepemimpinan, kepribadian, hubungan interpersonal dan sikap kerja.
Menurut beberapa direktur biro psikologi di Bandung, TIKI-T telah banyak digunakan untuk pemetaan calon pegawai di pemerintahan atau bidang lainnya. , potensi komputasi, dan kekuatan abstraksi. Tes ini sangat umum digunakan dalam tes psikologi dan masih efektif dalam menganalisis potensi kecerdasan seseorang.
Tes ini terdiri dari 11 subtes, yang dilaksanakan secara tertulis dan klasikal. Tes ini dapat diberikan secara individu dan kelompok, yang secara keseluruhan mengungkapkan kemampuan umum (tingkat kecerdasan). Tapi ada juga kemampuan khusus yang bisa dilihat di subtes. Pengembangan kemampuan khusus tersebut dipahami sebagai proses belajar (Djunaidi, 1997).
Kesebelas subtes TIKI-T meliputi: Menghitung angka (7 menit), menggabungkan bagian (7 menit), hubungan kata (5 menit), abstraksi non-verbal (12 menit), seri angka (10 menit), meneliti (4 menit) , membentuk objek (5 menit), bayangan cermin (10 menit), analogi kata (4 menit), bentuk tersembunyi (6 menit) dan pembentukan kata (4 menit). Jumlah soal pada test kit ini adalah 424 butir (Drenth & Dengah, 1977).
Sebagai alat ukur psikologis, TIKI-T tidak lepas dari tiga prinsip yang melandasi suatu tes psikologi, yaitu validitas, reliabilitas, dan standardisasi (Firmin, Hwang, Burger, Sammons, & Lowrie, 2005). Konsep pertama adalah validitas, yaitu bahwa tes harus mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur, perkiraan seberapa baik tes mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur (Cohen & Swerdlik, 2005; Firmin, Hwang, Burger, Sammons, & Lowrie, 2005). Jenis-jenis validitas yang dapat dijadikan kriteria dalam menentukan tingkat reliabilitas tes, antara lain: a) Validitas Permukaan (Face Validity), b) Validitas Konsep (Construct Validity), dan c) Validitas Isi (Content Validity).
Pengujian validitas konstruk, khususnya validitas struktural suatu tes sangat diperlukan karena analisis empiris terhadap struktur suatu tes dapat mendukung atau menolak asumsi pembuat tes bahwa tes tersebut secara konsisten mengukur apa yang secara teoritis ingin diukur (Boehm, 2011; Devena, Gay, & Watkins, 2013). Sehingga perlu dilakukan uji validitas dan reliabilitas konstruk Tes Kecerdasan Kolektif Tingkat Tinggi Bahasa Indonesia. Konsep kedua adalah reliabilitas, yang mengacu pada konsistensi pengukuran ketika prosedur pengujian diulang (AERA, APA, NCME, 1999). Kerlinger (1986:443) mengemukakan bahwa reliabilitas dapat diukur dari tiga kriteria, yaitu: (1) Stabilitas, yaitu suatu kriteria yang mengacu pada konsistensi hasil yang ditunjukkan oleh alat ukur dalam mengukur gejala yang sama pada waktu yang berbeda. (2) Dependability adalah kriteria yang didasarkan pada kestabilan alat ukur atau seberapa jauh alat ukur tersebut reliabel. (3) Prediktabilitas: Karena perilaku merupakan proses yang saling terkait dan berkesinambungan, kriteria ini mengidealkan alat ukur yang dapat memprediksi hasil dan memprediksi hasil pengukuran gejala berikutnya.
Konsep ketiga adalah standardisasi. Standardisasi merupakan tolak ukur yang diperlukan dalam administrasi pengujian, yaitu kondisi di mana pengujian harus dilakukan sesuai dengan kondisi selama proses normalisasi pengujian. Sehingga ketika suatu tes dilakukan oleh orang lain dengan proses yang sama, maka hasilnya akan cenderung setara (Firmin, Hwang, Burger, Sammons, & Lowrie, 2005). Namun hingga saat ini belum ada penelitian yang dipublikasikan mengenai validitas dan reliabilitas TIKI-T.
Dalam pengisian Tes Kecerdasan Kolektif Tingkat Tinggi Indonesia (TIKI-T) terdapat penguji yang mengarahkan responden untuk mengisi pertanyaan-pertanyaan yang telah ditentukan dalam memilih jawaban yang dianggap benar oleh responden. Sedangkan penilaian jawaban responden dapat dilakukan dengan terlebih dahulu menjumlahkan jawaban yang benar dari masing-masing subtes, kemudian menjumlahkannya secara keseluruhan. Untuk melihat skor IQ, Anda bisa melihat norma dari alat tes Tes Kecerdasan Kolektif Tingkat Tinggi Indonesia (TIKI-T).
Tanggapan: TIKI memiliki banyak manfaat dan fungsi baik bagi akademisi maupun praktisi psikologi, yaitu yang pertama TIKI-D yang digunakan untuk mengungkap tingkat kecerdasan anak kelas 6 SD, 1 SMP dan 2 SMP. Yang kedua adalah TIKI-M yang diperuntukan bagi anak-anak yang duduk di bangku kelas tiga SMP hingga SMA, pemanfaatan TIKI-M di Indonesia sangat penting antara lain untuk pemilihan Siswa Cerdas dan Berbakat Istimewa (PDCI-BI), seleksi siswa percontohan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI), seleksi masuk sekolah, serta untuk keperluan diagnostik lainnya (Depdiknas, 2007). Kemudian, TIKI-T ditujukan untuk jenjang tertinggi sekolah menengah atas (kelas 3 SMA) dan pendidikan tinggi awal terutama digunakan untuk pengambilan keputusan mengenai masuk ke perguruan tinggi atau bentuk pendidikan tinggi lainnya dan dunia kerja (Drenth & Dengah, 1976) . Namun dibalik semua kegunaan tersebut, kebijaksanaan dalam menggunakan tes sangat berpengaruh terhadap validitas TIKI ini. Oleh karena itu, kerjasama antar pihak terkait perlu dilakukan untuk menjaga validitas dan reliabilitas TIKI.
0 Komentar