TIKI-Menengah
Sebagai alat ukur psikologi, TIKI-M tidak lepas dari tiga prinsip yang melandasi tes psikologi, yaitu validitas, reliabilitas, dan standardisasi (Firmin, Hwang, Burger, Sammons, & Lowrie, 2005). Keandalan mengacu pada konsistensi pengukuran ketika prosedur pengujian diulang (AERA, APA, NCME, 1999). Konsep kedua adalah validitas, yaitu bahwa tes harus mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur, perkiraan seberapa baik tes mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur (Cohen & Swerdlik, 2005; Firmin, Hwang, Burger, Sammons, & Lowrie, 2005).
Konsep ketiga adalah standardisasi. Standardisasi merupakan tolak ukur yang diperlukan dalam administrasi pengujian, yaitu kondisi di mana pengujian harus dilakukan sesuai dengan kondisi selama proses normalisasi pengujian. Sehingga ketika suatu tes dilakukan oleh orang lain dengan proses yang sama, maka hasilnya akan cenderung setara (Firmin, Hwang, Burger, Sammons, & Lowrie, 2005).
Penyusunan TIKI-M didasarkan pada model faktor dari French et al. 1963 dan model struktur-intelek Guilford pada tahun 1971 (Drenth & Dengah, 1977). Dari kedua teori tersebut, muncul 12 subtes TIKI-M. Dua belas subtes TIKI-M meliputi menghitung angka, menggabungkan bagian, hubungan kata, pengecualian gambar, menghitung, meneliti, membentuk objek, pengecualian kata, bayangan cermin, menghitung huruf, membandingkan objek, dan pembentukan kata (Drenth & Dengah, 1977). ). Hasil analisis faktor selama penyusunan TIKIM tahun 1977, menunjukkan bahwa TIKI-M mengukur 4 faktor kecerdasan, antara lain ruang dan penalaran non-verbal, kecepatan persepsi, kecerdasan numerik, dan pemahaman verbal. Sejak disusun pada tahun 1977 hingga saat ini belum ada penelitian mengenai validitas dan reliabilitas TIKI-M. TIKI-M selain dapat mengungkapkan kemampuan umum (tingkat kecerdasan) juga dapat mengungkapkan kemampuan khusus yang terlihat pada subtesnya.
0 Komentar